Tebing Breksi Yogyakarta: Satu Dekade Transformasi dan Pesona
Tebing Breksi, sebuah bekas lokasi penambangan batu kapur di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta, telah mengalami transformasi luar biasa dalam satu dekade terakhir. Sejak diresmikan sebagai destinasi wisata pada tahun 2015, Tebing Breksi menjelma menjadi salah satu ikon pariwisata DIY yang memadukan keindahan alam, seni ukir, dan kearifan lokal.
Kilas Balik Sejarah
Awalnya, Tebing Breksi hanyalah area penambangan batu kapur yang digunakan masyarakat sekitar untuk kebutuhan bahan bangunan. Namun, setelah penelitian menunjukkan bahwa batuan di kawasan ini tergolong endapan vulkanik dari aktivitas Gunung Api Purba Nglanggeran, pemerintah dan masyarakat memutuskan menghentikan aktivitas tambang dan mengubahnya menjadi kawasan wisata geologi dan budaya.
Perjalanan Satu Dekade (2015–2025)
Selama 10 tahun, kawasan ini mengalami berbagai perkembangan, antara lain:
- 2015: Diresmikan sebagai objek wisata. Pengelolaan dilakukan oleh masyarakat melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
- 2016–2018: Penambahan fasilitas seperti area parkir, panggung terbuka, tangga ukiran, spot foto, hingga tempat ibadah.
- 2019: Meraih berbagai penghargaan sebagai desa wisata berprestasi.
- 2020–2021: Sempat terdampak pandemi COVID-19 namun tetap bertahan dengan adaptasi digital dan pembatasan pengunjung.
- 2022–2025: Kembali bangkit dengan menggelar berbagai event budaya, konser musik, dan pertunjukan seni rakyat.
Daya Tarik Utama
- Ukiran Artistik: Tebing-tebing kapur diukir dengan berbagai relief wayang, tokoh pewayangan, hingga naga besar, menciptakan suasana magis dan instagenic.
- Panggung Terbuka Tlatar Seneng: Menjadi pusat pertunjukan seni dan konser.
- Spot Sunset: Salah satu tempat terbaik menikmati matahari terbenam dengan latar Candi Prambanan dan Merapi.
- Paket Wisata Edukasi: Mengenalkan geologi, sejarah lokal, dan budaya Jawa kepada wisatawan.
Dampak Sosial Ekonomi
Transformasi Tebing Breksi tidak hanya membawa manfaat wisata, tapi juga meningkatkan ekonomi lokal. Masyarakat setempat terlibat sebagai pemandu wisata, pedagang kuliner, penyedia homestay, hingga seniman ukir batu.
Merayakan 1 Dekade: “Breksi Festival 2025”
Dalam rangka 10 tahun berdirinya, akan digelar Breksi Festival 2025, yang menghadirkan:
- Pameran seni ukir dan fotografi
- Konser musik dan pertunjukan wayang
- Lomba lari tebing (trail run)
- Kuliner rakyat dan UMKM lokal
- Workshop kerajinan batu
Tebing Breksi adalah bukti nyata bahwa warisan alam dan budaya dapat berpadu menjadi kekuatan ekonomi kreatif masyarakat. Satu dekade telah terlewati, dan kini Breksi bersiap menapaki masa depan sebagai ikon wisata berkelanjutan Yogyakarta.
“Dari tambang menjadi terang.”
Sangat menarik dan penting untuk memahami transformasi Tebing Breksi. Ada beberapa alasan mengapa masyarakat yang awalnya bekerja sebagai penambang bersedia berhenti dan akhirnya mendukung perubahan fungsi area tersebut menjadi tempat wisata:
1. Hasil Penelitian Ilmiah
Pada tahun 2014, peneliti dari UGM dan Badan Geologi menemukan bahwa batuan di Tebing Breksi adalah endapan tuff breksi vulkanik yang berasal dari letusan Gunung Api Purba. Ini berarti kawasan tersebut memiliki nilai geologis tinggi dan harus dilindungi. Temuan ini membuka wawasan baru bagi masyarakat bahwa lahan mereka bukan sekadar sumber tambang, tapi bisa menjadi warisan geologi dan wisata edukatif.
2. Kesadaran Lingkungan
Aktivitas penambangan telah menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti:
- Erosi dan longsor
- Hilangnya vegetasi
- Kerusakan estetika kawasan
Ketika masyarakat mulai melihat dampak jangka panjang ini, muncullah kesadaran kolektif untuk menyelamatkan alam dan memikirkan solusi yang lebih berkelanjutan.
3. Pendekatan Pemerintah dan Akademisi
Pemerintah daerah bersama akademisi dan tokoh masyarakat melakukan pendekatan yang partisipatif dan persuasif:
- Mengadakan diskusi dan sosialisasi
- Memberikan pelatihan pariwisata, UMKM, dan konservasi
- Memberi ruang kepada masyarakat sebagai pengelola wisata melalui Pokdarwis
Masyarakat tidak dipaksa berhenti, tetapi dilibatkan dan diberi alternatif penghidupan.
4. Potensi Ekonomi Baru yang Lebih Menjanjikan
Setelah Tebing Breksi mulai dibuka untuk umum, terlihat bahwa:
- Jumlah wisatawan terus meningkat
- Pendapatan dari tiket masuk, parkir, kuliner, dan souvenir mengalir ke warga
- Warga bisa membuka homestay, warung, jasa foto, guide, dll.
Ini membuat masyarakat melihat bahwa pariwisata lebih menguntungkan dan berkelanjutan dibanding penambangan.
5. Rasa Kepemilikan dan Kebanggaan
Ketika masyarakat ikut mengukir, merawat, dan mengelola Tebing Breksi, mereka merasa memiliki dan bangga. Lokasi yang dulu dianggap “rusak” kini menjadi simbol perubahan dan keberhasilan lokal.
Kesimpulan:
Masyarakat bersedia berhenti menambang karena:
✅ Ada kesadaran tentang nilai geologi
✅ Pendekatan yang edukatif dan tidak memaksa
✅ Alternatif ekonomi yang lebih baik
✅ Rasa bangga membangun tempat yang membawa nama desa ke panggung nasional