Fenomena “brain rot” atau pembusukan otak digital kini menjadi kekhawatiran baru di era serba gawai. Istilah ini tidak merujuk pada kerusakan otak secara fisik, melainkan kondisi ketika seseorang mengalami penurunan kemampuan berpikir, fokus, daya ingat, dan empati akibat terlalu sering mengonsumsi konten digital yang cepat dan dangkal.
Apa Itu Brain Rot dan Penyebabnya
Brain rot umumnya terjadi ketika otak terlalu sering menerima rangsangan instan dari konten singkat seperti video berdurasi pendek, game cepat, atau media sosial yang bersifat hiburan tanpa makna. Konten semacam itu membuat otak terbiasa dengan kepuasan instan (instant gratification) dan enggan berpikir mendalam.
Beberapa penyebab utama brain rot pada anak antara lain:
- Paparan layar berlebihan, terutama tanpa pendampingan orang tua.
- Konten dangkal dan adiktif yang menurunkan fokus serta minat belajar.
- Kurangnya interaksi sosial nyata, membuat anak lebih nyaman dengan dunia digital.
- Kurang tidur dan aktivitas fisik, yang memperlambat perkembangan fungsi otak.
- Minimnya stimulasi intelektual, seperti membaca atau bermain peran yang merangsang imajinasi.
Jika dibiarkan, anak bisa menjadi mudah bosan, sulit berkonsentrasi, kehilangan semangat belajar, bahkan mengalami kesulitan dalam memahami emosi dan bersosialisasi.
Langkah Nyata untuk Mencegah Brain Rot
1. Batasi Waktu Layar
Anak di bawah 6 tahun sebaiknya tidak lebih dari 1 jam per hari, sementara anak usia sekolah hingga remaja maksimal 2 jam di luar kebutuhan belajar. Gunakan fitur “screen time” untuk membantu pengawasan.
2. Dampingi dan Arahkan Konten
Anak sebaiknya tidak dibiarkan menonton atau bermain sendirian. Pilihkan konten yang edukatif, kreatif, dan sesuai usia, lalu diskusikan isinya agar anak belajar berpikir kritis.
3. Dorong Aktivitas di Dunia Nyata
Ajak anak bermain di luar rumah, berolahraga, membaca buku, menggambar, atau berinteraksi langsung dengan teman-teman. Aktivitas nyata membantu menyeimbangkan stimulasi otak dan mengasah keterampilan sosial.
4. Jadikan Orang Tua Teladan Digital
Anak meniru kebiasaan orang tua. Jika orang tua terlalu sibuk dengan ponsel, anak akan menirunya. Terapkan waktu tanpa gawai bersama keluarga, misalnya saat makan atau menjelang tidur.
5. Perkuat Pola Tidur dan Nutrisi
Tidur cukup serta asupan gizi seimbang—seperti makanan kaya omega-3, zat besi, dan vitamin B kompleks—menunjang perkembangan otak agar tetap optimal.
6. Bangun Komunikasi Terbuka
Ajak anak berbicara tentang apa yang mereka tonton dan mainkan. Dengan begitu, orang tua bisa memahami minat sekaligus mengarahkan tanpa melarang secara keras.
Dengan pendampingan yang bijak, anak tetap dapat menikmati dunia digital tanpa kehilangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Mencegah brain rot bukan berarti menjauhkan anak dari teknologi, melainkan membekali mereka agar cerdas dan sehat secara digital.
















