Perbedaan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dalam menentukan awal puasa, khususnya awal Ramadan, biasanya terletak pada metode yang digunakan untuk penentuan hilal (bulan sabit baru). Berikut adalah perbedaan utamanya:
- Metode yang Digunakan:
- Nahdlatul Ulama (NU): NU menggunakan metode rukyat (observasi langsung hilal). Metode ini berarti hilal harus benar-benar terlihat secara fisik oleh manusia untuk menetapkan awal Ramadan. Jika hilal belum terlihat, meskipun secara astronomi hilal sudah mungkin ada, mereka akan menambah hari dan memulai puasa keesokan harinya.
- Muhammadiyah: Muhammadiyah menggunakan metode hisab (perhitungan astronomi) untuk menentukan awal bulan Hijriyah, termasuk awal Ramadan. Metode ini tidak membutuhkan observasi fisik hilal, karena mereka yakin perhitungan astronomis yang akurat sudah cukup untuk menentukan kapan bulan baru dimulai.
- Dasar Pemikiran:
- NU: Berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahwa “berpuasalah jika kalian melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) jika kalian melihat hilal.” Oleh karena itu, NU lebih menekankan pada rukyat hilal secara fisik.
- Muhammadiyah: Muhammadiyah berpendapat bahwa perhitungan astronomi (hisab) dapat menjadi dasar yang kuat karena perkembangan teknologi dan sains yang dapat memberikan kepastian kapan hilal sudah bisa dianggap ada meskipun belum terlihat oleh mata.
- Konsekuensi:
- Karena NU menunggu hilal untuk terlihat, terkadang ada kemungkinan awal Ramadan atau Idul Fitri jatuh pada hari yang berbeda dari Muhammadiyah, yang sudah menetapkannya berdasarkan perhitungan.
Meskipun ada perbedaan metode, kedua organisasi ini tetap saling menghormati dan tujuan utamanya sama, yaitu untuk menjalankan ibadah dengan benar sesuai ajaran Islam.
Apakah sebelum menentukan waktu rukyat dilakukan perhitungan hisab?
Ya, sebelum melakukan rukyat (observasi langsung terhadap hilal), biasanya dilakukan perhitungan hisab terlebih dahulu. Perhitungan hisab digunakan untuk membantu memprediksi kapan dan di mana hilal kemungkinan besar akan terlihat. Ini dilakukan agar pelaksanaan rukyat bisa lebih efektif dan terarah. Berikut penjelasan lebih lanjut:
- Peran Hisab dalam Rukyat: Hisab digunakan untuk menghitung posisi bulan dan memberikan perkiraan kapan bulan baru (hilal) akan muncul setelah matahari terbenam. Dengan hisab, para ahli bisa memperkirakan apakah hilal mungkin terlihat pada hari tertentu, sehingga rukyat bisa dilakukan pada waktu yang tepat dan di lokasi yang strategis.
- Mengurangi Ketidakpastian: Meskipun NU menggunakan metode rukyat untuk menentukan awal bulan, hisab tetap berperan penting dalam memberikan informasi awal. Perhitungan hisab membantu meminimalkan ketidakpastian dengan memberikan perkiraan kapan kemungkinan hilal bisa dilihat. Jika menurut hisab hilal belum mungkin terlihat, maka rukyat tidak dilakukan.
- Konfirmasi Melalui Rukyat: Setelah hisab dilakukan, rukyat dilakukan sebagai bentuk konfirmasi visual. Jadi, meskipun hisab sudah memberikan prediksi, keputusan akhir dalam metode NU tetap bergantung pada hasil pengamatan langsung. Jika hilal terlihat, maka awal bulan baru ditetapkan; jika tidak, rukyat akan dilanjutkan ke hari berikutnya.
Dengan demikian, meskipun hisab sangat membantu, bagi NU, rukyat tetap merupakan metode utama dan final untuk penentuan awal bulan, termasuk Ramadan dan Syawal.